Rabu, 11 Mei 2016

TEORI PENETAPAN TUJUAN Dr. Edwin Locke

Teori penetapan tujuan atau goal setting theory awalnya dikemukakan oleh Dr. Edwin Locke pada akhir tahun 1960. Lewat publikasi artikelnya ‘Toward a Theory of Task Motivation and Incentives’ tahun 1968, Locke menunjukkan adanya keterkaitan antara tujuan dan kinerja seseorang terhadap tugas.
Dia menemukan bahwa tujuan spesifik dan sulit menyebabkan kinerja tugas lebih baik dari tujuan yang mudah. Beberapa tahun setelah Locke menerbitkan artikelnya, penelitian lain yang dilakukan Dr. Gary Latham, yang mempelajari efek dari penetapan tujuan di tempat kerja.
Penelitiannya mendukung persis apa yang telah dikemukakan oleh Locke mengenai hubungan tak terpisahkan antara penetapan tujuan dan kinerja. Pada tahun 1990, Locke dan Latham menerbitkan karya bersama mereka, ‘A Theory of Goal Setting and Task Performance’.
Locke mengusulkan model kognitif, yang dinamakan teori tujuan, yang mencoba menjelaskan hubungan-hubungan antara niat/intentions (tujuan-tujuan) dengan perilaku.
Teori ini secara relatif lempang dan sederhana. Aturan dasarnya ialah penetapan dari tujuan-tujuan secara sadar. Menurut Locke, tujuan-tujuan yang cukup sulit, khusus dan yang pernyataannya jelas dan dapat diterima oleh tenaga kerja, akan menghasilkan unjuk-kerja yang lebih tinggi daripada tujuan-tujuan yang taksa, tidak khusus, dan yang mudah dicapai. Teori tujuan, sebagaimana dengan teori keadilan didasarkan pada intuitif yang solid.
Penelitian-penelitian yang didasarkan pada teori ini menggambarkan kemanfaatannya bagi organisasi.
Manajemen Berdasarkan Sasaran (Management By Objectives =MBO) menggunakan teori penetapan tujuan ini. Berdasarkan tujuan-tujuan perusahaan, secara berurutan, disusun tujuan-tujuan untuk divisi, bagian sampai satuan kerja yang terkecil untuk diakhiri penetapan sasaran kerja untuk setiap karyawan dalam kurun waktu tertentu.
Penetapan tujuan juga dapat ditemukan dalam teori motivasi harapan. Individu menetapkan sasaran pribadi yang ingin dicapai. Sasaran-sasaran pribadi memiliki nilai kepentingan pribadi (valence) yang berbeda-beda.
Proses penetapan tujuan (goal setting) dapat dilakukan berdasarkan prakarsa sendiri, dapat seperti MBO, diwajibkan oleh organisasi sebagai satu kebijakan peusahaan. Bila didasarkan oleh prakarsa sendiri dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja individu bercorak proaktif dan ia akan memiliki keterikatan (commitment) besar untuk berusaha mencapai tujuan-tujuan yang telah ia tetapkan. Bila seorang tenaga kerja memiliki motivasi kerja yang lebih bercorak reaktif, pada saat ia diberi tugas untuk menetapkan sasaran-sasaran kerjanya untuk kurun waktu tertentu dapat terjadi bahwa keterikatan terhadap usaha mencapai tujuan tersebut tidak terlalu besar.
Dalam buku ini, mereka memperkuat argumen kebutuhan untuk menetapkan tujuan spesifik dan sulit.
Edwin A. Locke. Courtesy: 
1. Kejelasan
Tujuan harus jelas terukur, tidak ambigu, dan ada jangka waktu tertentu yang ditetapkan untuk penyelesaian tugas. Manfaatnya ketika ada sedikit kesalahpahaman dalam perilaku maka orang masih akan tetap menghargai atau toleran. Orang tahu apa yang diharapkan, dan orang dapat menggunakan hasil spesifik sebagai sumber motivasi.
2. Menantang
Salah satu karakteristik yang paling penting dari tujuan adalah tingkat tantangan. Orang sering termotivasi oleh prestasi, dan mereka akan menilai tujuan berdasarkan pentingnya sebuah pencapaian yang telah diantisipasi. Ketika orang tahu bahwa apa yang mereka lakukan akan diterima dengan baik, akan ada motivasi alami untuk melakukan pekerjaan dengan baik. Dengan catatan sangat penting untuk memperhatikan keseimbangan yang tepat antara tujuan yang menantang dan tujuan yang realistis.
3. Komitmen
Tujuan harus dipahami agar efektif. Karyawan lebih cenderung memiliki tujuan jika mereka merasa mereka adalah bagian dari penciptaan tujuan tersebut. Gagasan manajemen partisipatif terletak pada ide melibatkan karyawan dalam menetapkan tujuan dan membuat keputusan. Mendorong karyawan untuk mengembangkan tujuan-tujuan mereka sendiri, dan mereka menjadi berinisiatif memperoleh informasi tentang apa yang terjadi di tempat lain dalam organisasi. Dengan cara ini, mereka dapat yakin bahwa tujuan mereka konsisten dengan visi keseluruhan dan tujuan perusahaan.
4. Umpan balik (feedback
Umpan balik memberikan kesempatan untuk mengklarifikasi harapan, menyesuaikan kesulitan sasaran, dan mendapatkan pengakuan. Sangat penting untuk memberikan kesempatan benchmark atau target, sehingga individu dapat menentukan sendiri bagaimana mereka melakukan tugas.
5. Kompleksitas Tugas 
Faktor terakhir dalam teori penetapan tujuan memperkenalkan dua persyaratan lebih untuk sukses. Untuk tujuan atau tugas yang sangat kompleks, manajer perlu berhati-hati untuk memastikan bahwa pekerjaan tidak menjadi terlalu berlebihan.
Orang-orang yang bekerja dalam peran yang kompleks mungkin sudah memiliki motivasi tingkat tinggi. Namun, mereka sering mendorong diri terlalu keras jika tindakan tidak dibangun ke dalam harapan tujuan untuk menjelaskan kompleksitas tugas, karena itu penting untuk memberikan orang waktu yang cukup untuk memenuhi tujuan atau meningkatkan kinerja.
Sediakan waktu yang cukup bagi orang untuk berlatih atau mempelajari apa yang diharapkan dan diperlukan untuk sukses. Inti dari penetapan tujuan adalah untuk memfasilitasi keberhasilan. Oleh karena itu pastikan bahwa kondisi sekitar tujuan tidak menyebabkan frustrasi atau menghambat orang untuk mencapai tujuan mereka.
Penentuan tujuan adalah sesuatu yang diperlukan untuk kesuksesan. Dengan pemahaman teori penetapan tujuan, kemudian dapat secara efektif menerapkan prinsip-prinsip untuk tujuan yang akan ditetapkan.

Aplikasi Teori Edwin Locke

  • Teori ini jelas mempengaruhi cara organisasi mengukur kinerjanya. Dengan menggunakan konsep penetapan tujuan yaitu adanya kejelasan, tujuan yang menantang, dan berkomitmen untuk mencapainya. Memberikan umpan balik pada kinerja. Mempertimbangkan kompleksitas tugas.
  • Memungkinkan manajemen untuk melakukan diagnosis kesiapan, misalnya apakah tenaga kerja, organisasi dan teknologi sesuai dengan program goal setting.
  • Mempersiapkan tenaga kerja berkenaan dengan interaksi antara individu, komunikasi, pelatihan (training) dan perencanaan.
  • Penekanan pada sasaran yang harus diketahui dan dimengerti oleh manajer dan bawahannya
  • Mengevaluasi tindak lanjut untuk penyesuaian sasaran yang ditentukan.
  • Tinjauan akhir untuk memeriksa cara pengerjaan dan modifikasi yang ditentukan. Manajemen berdasarkan sasaran memberi kesempatan kepada tenaga kerja untuk membuat penilaiannya sendiri mengenai hasil-hasil operasi, artinya jika ia membicarakan hasil maka sebenarnya individu tersebut menilai dirinya sendiri dan mungkin sekali mendapatkan wawasan mendalam bagaimana ia harus memperbaiki sikapnya. cara-caranya atau kelakuannya.